Tes Kepribadian: Bisa Jadi Membangun, Bisa Jadi Menjerumuskan

12:25 PM

Awal mula saya mengenal tes kepribadian itu, ketika duduk di bangku kuliah. Waktu itu ada salah satu mata kuliah yang mengajak kami, satu kelas, untuk mencoba tes DISC (Dominance, Influence, Steadiness and Compliance). Kok seru ternyata, apalagi waktu itu saya lagi penasaran-penasarannya sama yang namanya passion. Semenjak itulah saya jadi suka coba-coba tes kepribadian yang ada di internet.

Apa benar tes kepribadian bisa membantu seseorang mengembangkan apa yang menjadi passionnya?


Jawabannya bisa iya dan bisa enggak. Dari berbagai tes kepribadian yang saya ikuti, ada satu pelajaran yang saya dapat. Bahwa tes kepribadian itu punya dua sisi mata pisau. Di satu sisi, bisa berdampak positif. Tapi di sisi lain, justru bisa berdampak negatif. Tergantung seberapa jauh pemahaman kita terhadap tes kepribadian tersebut.

Wejangan ini saya dapat ketika mengikuti tes STIFIn di Bandung. Tes yang digunakan untuk mengetahui bakat kecerdasan berdasarkan sidik jari.


 Baca juga:      Pengalaman Ikut Tes STIFIn  



Di sela-sela tes berlangsung, kak Faisal (promotor STIFIn saya waktu itu) berpesan bahwa ada beberapa yang harus dipahami mengenai tes kepribadian sebelum melihat hasil tes diri sendiri (maupun hasi tes kepribadian anak -kalau nanti udah jadi orang tua-). Katanya, agar saya tidak keliru memaknai hasil tesnya nanti.

Tes kepribadian bukan untuk menentukan siapa kamu, tapi untuk mengenal siapa kamu

Nggak sedikit orang yang kemudian menjadikan hasil tes kepribadian sebagai excuse (atau alasan pembenaran). Misal, hasil tes mengatakan kemampuan menghafal lemah. Pernyataan tersebut bukan menandakan kita tidak bisa menghafal lalu boleh menggunakan kalimat "aku kan emang orangnya nggak suka ngafalin" sebagai alasan. Justru dengan mengetahui kelemahan, seharusnya kita mencari tahu kira-kira treatment apa yang tepat untuk mengantisipasi kelemahan tersebut jika ternyata kita membutuhkannya.

Karena sebenarnya semua manusia punya semua jenis kecerdasan dalam dirinya. Hanya kadar dominannya saja yang berbeda. Contohnya, di STIFIn dikenal 5 mesin kecerdasan seperti gambar di bawah ini.

Sumber: STIFInJakarta

Pada dasarnya, semua manusia punya semua mesin kecerdasan: sensing, thinking, intuiting, feeling, dan sensing. Tetapi hanya akan ada satu kecerdasan yang paling dominan (disebut dengan bakat kecerdasan). Jika seseorang dominan F (feeling), bukan berarti tidak bisa unggul di bidang yang mengandalkan kecerdasan S (sensing). Bisa saja dia unggul, tapi akan butuh usaha yang lebih besar dan waktu yang lebih lama karena sensing bukan bakat kecerdasannya.

Contohnya seperti belajar berjalan. Setiap orang sudah pasti bisa berjalan. Tapi pada proses awalnya, ada bayi yang bisa cepat berjalan, ada yang butuh waktu lebih lama untuk bisa berjalan.

Maka dari itu, dengan mengetahui modal kecerdasan kita apa, jangan sampai membuat kita menutup diri untuk melakukan hal diluar zona kecerdasan kita (jika memang masih belum yakin passion-nya apa). Karena setiap orang mempunyai kesempatan dan kondisi yang berbeda.

Kecerdasan adalah modal, yang membentuk adalah lingkungan

Dua orang yang mempunyai kecerdasan yang sama, tidak pasti akan menjadi sosok yang sama, karena berbeda lingkungan akan berbeda pula proses berkembangnya. Lingkungan disini ada banyak ya, bisa diartikan sebagai kondisi lingkungan kita bergaul, orang tua, teman, atau kondisi dari diri kita sendiri. Seorang yang berbakat di bidang seni, sangat mungkin berprofesi jauh dari hal yang berbau seni karena lingkungannya. Tapi biasanya, apa yang menjadi bakatnya akan sesekali mendatangkan kerinduan di sela-sela kesibukannya (atau yang biasa disebut sebagai panggilan hati).

Modal kecerdasan adalah level terendah. Di atasnya ada norma hukun, sopan santun, dan agama yang harus dijunjung tinggi

Tipe kecerdasan tidak bisa menentukan apakah seseorang akan menjadi orang yang baik atau orang yang jahat. Yang bisa menentukan ya diri kita sendiri. Harus dicamkan bahwa mengenal diri sendiri harus dibarengi dengan pemahaman akan keberadaan norma hukum, sopan santun, dan norma agama. Agar apa-yang-menjadi-kelebihan-kita bisa berkembang menjadi sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi sesama.



Jadi gimana? Sudah siap mencoba tes kepribadian? Semoga artikel ini bisa membantu dan selamat berkarya di bidangnya masing-masing :)


You Might Also Like

0 komentar

Instagram