Buku Indie: The Art of Lazy karya Mata Elang

10:52 PM


THE ART OF LAZY  

Penulis:  Mata Elang 
Tahun terbit:  2011 
Penerbit:  Indie Publishing Café 
Jumlah halaman:  180 hal 
Kategori:  Pengembangan diri 
Harga:  Rp44,000 
Sinopsis: 

Manusia, betapapun ia berilmu, akan menjadi sia-sia jika ilmu yang dimilikinya tidak diamalkan dan di tularkan. Setiap individu memiliki kitab hidupnya masing-masing. Sebuah pergulatan untuk menemukan makna hidup selalu saja berbeda untuk setiap orang. Aku sadar bahwasanya aku tidak akan menemukan sebuah makna hidup tanpa melengkapi hidup orang lain. Kitab hidupku, kitab hidupmu, dan kitab hidup seluruh manusia adalah fragment-fragment kecil yang terpisah satu dengan yang lain. Mengumpulkannya dan memahami keseluruhannya akan menajamkan mata batin kita tentang segala rupa kemahaan-Nya.

Catatan kecil ini adalah sebuah usahaku untuk menuliskan sedikit mengenai fragment hidup yang pernah aku alami. Semata-mata untuk melengkapi fragment hidup yang ada. Jika Anda merasakan manfaat dari sekelumit kitab hidupku, maka aku akan sangat senag sekali. Itulah kepuasan batinku.

(Mata Elang, 2011)


    Buku Indie yang anti mainstream 

Ini adalah buku (yang diterbitkan secara) indie pertama yang pernah saya beli. Maksudnya indie disini, si penulis menerbitkan bukunya sesuai apa yang dia mau: mulai dari desain, isi, sampai tebal halaman semua sesuka penulis. Mereka tidak terikat dengan pakem-pakem umum yang biasanya disyaratkan oleh penerbit nasional (kalau salah mohon dikoreksi 😄). Mirip-mirip kayak band indie lah. Bedanya ini buku. Masalah penerbit, buku indie ini bisa dicetak sendiri atau bisa bekerja sama dengan penerbit buku indie.

Dulu saya tertarik dengan buku ini karena direkomendasikan seorang teman. Awalnya teman saya duluan yang beli bukunya. Pas saya baca, kok isinya menarik. Hal-hal yang berbau indie memang selalu identik dengan sesuatu yang menarik karena biasanya punya idealisme yang nyleneh, lain dari yang lain. Begitu juga dengan buku ini.

Bahasanya bebas, lugas, dan sesuka hati, namun nilai-nilainya bisa tersampaikan dengan baik.

Hak cipta ala penulis buku indie. Ya memang suka-suka penulisnya 😂


    Seni menghargai kemalasan sesuai teladan Nabi 

Meskipun ada kata Nabi yang identik dengan agama Islam, tapi buku ini sangat bisa dibaca oleh siapapun, beragama apapun. Yang ingin ditunjukkan mas Mata Elang adalah sudut pandang lain tentang kemalasan. Kalau paradigma di masyarakat malas adalah sesuatu yang negatif, di buku ini malas diterjemahkan sebagai sesuatu yang mengantarkan kita ke gerbang menuju penghayatan hidup.

Menurut mas Mata Elang, hanya orang-orang 'malas' yang bisa sempat-sempatnya mempertanyakan 'hidup itu sebenarnya untuk apa'. Yang ujung-ujungnya mengantarkan seseorang pada perenungan dan penghayatan.

"Siapa lagi kalau bukan orang 'malas' yang punya waktu untuk memikirkan hal seperti itu? Orang 'sibuk' pasti nggak sempat", begitu kurang lebih kata Mas Mata Elang.

Itulah asal-usul kenapa ada kata 'sesuai teladan Nabi' pada tagline buku ini. Karena di agama Islam, dulu Nabi Muhammad sering berdiam diri di Gua Hira untuk merenungi keadaan Mekah yang semrawut. Loh jadi Nabi Muhammad seorang 'pemalas'? Jawabannya langsung aja baca bukunya ✌🏼

Intinya, di buku ini mas Mata Elang akan bercerita banyak tetang bagaimana agar bisa menjadi kaya, bahagia, dan menikmati hidup. Tentunya sesuai dengan teori seorang 'pemalas'. Mas Mata Elang juga akan menjelaskan makna hidup yang diilustrasikan sebagai miniatur pendakian. Tentang puncak pendakian yang sebenarnya satu meskipun jalur pendakian antara pendaki satu dan pendaki lainnya berbeda. Tentang sesama pendaki yang tak kenal lawan. Tentang seorang pendaki yang tidak selamanya terus berjalan, kadang harus berlari, kadang harus berhenti sejenak mengatur nafas dan memulihkan tenaga. Daaaan masih banyak lagi. Dari sebuah pendakian, kita akan diajak untuk mengupas berbagai pelajaran yang dapat membantu kita memahami apa arti kebahagiaan yang sesungguhnya, membantu mengenal diri, dan membantu memahami makna hidup.


    Cuplikan-cuplikan yang membuat saya terkesan 

Salah satu kutipan dari Bob Sadino yang dicantumkan di buku ini


“Saat kita berada di fase awal, kita mengenal adanya hitam dan putih. Benar dan salah. Pahala dan dosa. Surga dan neraka. Fase itu dilambangkan dengan gambar yin yang. Fase kedua, kita akan sulit untuk mengatakan hitam dan putih. Benar dan salah. Karena di dalam hitam ada putih. Di dalam putih ada hitam. Fase ini dilambangkan dengan yin-yang yang memiliki garis putus-putus sebagai pemisahnya. Setiap kejadian selalu ada sisi positif dan sisi negatifnya sekaligus (hukum polaritas). Disini kita sudah mulai jeli melihat makna di dalam sebuah kejadian. Selanjutnya fase ketiga, dimana tak ada benar salah. Hitam putih. Baik buruk. Semuanya terjadi begitu adanya. Yang dilakukan hanyalah mengalir saja mengikuti kehendak Ilahi. Dalam tradisi Jawa hal demikian disebut Topo Ngéli. Makanya, dalam subjudul bukunya Pm Bob ditulis tanpa tujuan, tanpa rencana, dan tanpa harapan



“Setiap manusia memiliki rimbanya sendiri-sendiri. Mempunyai tracknya sendiri-sendiri. Dan uniknya, bahwa puncak dari rerimbunan belukar di rimba-rimba itu ternyata sama. Puncak dari segala puncak pencapaian yaitu kembali pada Ilahi



“Ikhlas itu (maaf) seperti kita buang hajat. Ikhlas betul kita saat itu. Bahkan terasa nikmat sekali. Nikmat karena kita tak berharap ia kembali. Bahkan langsung disiram air agar tak ada orang yang tahu



    Adopsi Buku 


Soon...

You Might Also Like

0 komentar

Instagram